Minggu, 21 September 2014

Penyesalan itu ISTIMEWA

Terakhir ketemu kau terlihat begitu bahagia. Senyum lebarmu, tawa khas mu, senyuman indahmu. Masi teringat jelas tatapan matamu yang terpancar penuh makna yang dalam. Kini kau telah tumbuh dewasa, hari-harimu menjadi penuh warna. Ditambah lagi  lingkungan sekitar yang sangat mendukungmu. 

Peri kecilku kini telah terbang bebas, menggapai angan-angan di ufuk semu. Menghirup udara  yang dapat membakar semangatnya.  Kini ia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Mengisi kehidupannya dengan apa yang ia inginkan. 

Kasih, aku merindukanmu. Entah apa yang kulakukan, yang membuat semua nya berakhir secepat itu. Aku Tak bisa berfikir, aku Tak bisa mencerna semuanya, 
Detik demi detik yang ku jalani, hanyalah penyesalan yang menemaniku. Keinginan tuk kembali ke masa itu, ke dunia dimana tangan kita saling menggenggam. Hati kita saling berinteraksi, kata demi kata hanyalah menjadi penghibur. 

Sangat munafik bagiku jika aku menyatakan aku sangat tegar tanpa mu. Dan terlihat ambigu bila aku berkata "sampe kapanpun hatiku ini selalu terbuka untukmu, sekalipun kau hanya singgah untuk melampiaskan amarahmu lalu pergi begitu saja" yang sejatinya aku Tak pernah benar-benar tau apa isi hatiku ini. Kini ku tau makna dari semua itu, sebuah cinta yang sangat mendalam yang kurasakan setelah kepergianmu. 

Aku rindu tahun pertama kita saling menyatukan jemari-jemari lembut yang Tak pernah tersentuh oleh ke egois an. Keluguan dalam kasih sayang yang kita bangun bersama membuat dinding-dinding kepercayaan mulai berdiri kokoh. 

Aku Tak tau dan Tak sadar apa yang telah terjadi setelahnya. Tentang ke egois an yang muncul, perasangka negatif, kecemburuan, ingin menguasai, serta keinginan untuk memiliki sepenuhnya. Apa yang kulakukan layaknya seperti badut. Aku bersembunyi dalam wajah yang make up nya bisa aku rubah sesuai ekspresi yang aku inginkan. 

Seringkali aku bersembunyi dalam kepribadian yang sebenarnya Tak aku sukai. Berpura-pura  menjadi beku bila bertemu, berpura-pura acuh atas semua yang terjadi. Padahal di belakang itu semua, seringkali perasan sedih, kecewa, marah, dan yang lebih ekstrim aku benci sama diriku sendiri. Aku benci tidak bisa menunjukkan siapa diriku yang selalu menggenggam mu tanpa keraguan. Sampai akhirnya takdir memisahkan kita. 

Aku hanya bisa terdiam melihat kau pergi. Aku hanya bisa pasrah membiarkanmu berlari bebas. 15 menit terakhir bersamamu membuatku sadar atas semuanya. Ingin ku memperbaiki semuanya, tapi apa daya semua sudah berubah. Inikah yang dinamakan cinta sejati, membiarkan orang yang kita sayang pergi untuk Ia meraih kebahagiaan nya sendiri. Merelakan apa yang telah kita miliki menghilang begitu saja. Mengorbankan seluruh hati kita untuk menjadi rumah selamanya jika Ia kembali ke kita? Entah lah. Mungkin bagiku Tak ada kesempatan kedua dan aku Tak percaya itu ada. mungkin ini adalah jalan Tuhan. Karena aku sadar, kita pasti akan dipertemukan sama orang yang sepesial namun Tak dapat kita miliki. Dan hanya bersinggah begitu saja untuk memgajari kita arti sesungguhnya cinta, yang mungkin berakhir dengan kenangan yang Tak bisa dihapuskan.  Tapi jika kesempatan ke2 itu benar-benar ada, aku Tak akan pernah dan Tak akan menyianyia kan kesempatan itu. Walau taruhannya adalah nyawaku sendiri. 

-Adigta-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar