Selasa, 30 September 2014

Motivasi









Pagi ini sepulang dari puncak, ku melihat anak kecil dengan semangatnya pergi kepasar untuk mencari nafkah. Secara fisik, Ia Tak memiliki tubuh yang sempurna, namun dengan semangat yang membara Ia mampu bekerja dan bahkan bisa dibilang anak itu lebih rajin dari pekerja lainnya yang Tak mengalami kekurangan fisik. 

Sempat ku ngobrol dengan si anak cacat itu. Sedikit berbagi pengalaman dengan anak tersebut. Dan baru kupahami arti kehidupan yang berbeda darinya. Kehidupan bukanlah untuk sebuah impian, bukan untuk dijalani, bukan untuk disesalkan, bukan juga untuk sebuah keluhan, apalagi untuk senang-senang. Hidup bukan tentang memberi dan menerima, bukan soal baik dan benar, bukan pula untuk menjadi pribadi yang menarik. Tapi hidup adalah untuk bersukur. Bersukur dari hal-hal kecil, bersyukur tentang apa yang kita dapat, bersukur tentang apa yang kita raih, dan bersukur tentang semua yang bisa kita lakukan. Dan dari situ aku teringat akan hal kecil yang benar-benar sudah terlupakan. Aku bersyukur masi diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bernafas di pagi hari ini. 

Kamis, 25 September 2014

Terima kasih ...

Perjalananku terasa begitu cepat, kini ku tiba di kotamu. Ku berjalan selangkah demi selangkah sembari melihat sosokmu yang menunggu di ujung terminal itu. Teringat jelas kau memakai kaos warna ungu, duduk diatas matic yang kau parkir dipinggir jalan.  Hilang sudah lelah yang kurasakan setelah 3 jam lebih ku berdiri berdesakan didalam bus. 


Kita pergi menyusuri kota tanpa tujuan. Menuju sebuah taman kota yang begitu ramainya. Hobi kita yang sama membuat perjalanan ini terasa singkat. Berjalan kaki menyusuri batuan yang berdiri kokoh menggantikan lantai taman tanpa lelah.


Matahari yang berangsur-angsur tenggelam membuat kita pergi ke tempat selanjutnya. Kita sama-sama Tak punya tujuan entah kemana. Sampai akhirnya matic yang kita kendarai berhenti di masjid Agung kota tersebut. Alun-alun kota dengan segala aktivitas malamnya berada tepat di depan masjid tersebut. Menyuguhkan panorama lampu-lampu yang germelap dimakan hari. 

Selesai solat 3 rokaat kau mengajak ku untuk pergi ke mall kota itu dengan tujuan untuk refresing ke timezone. Berjalan berdua menghampiri kasir, membuat kartu member baru. Entah apa yang terjadi, kau langsung saja memainkan permainan kesayangan mu, pump. Kau berdansa diatas lantai pump dengan lv tinggi yang mungkin Tak bisa aku mengerti. secara tiba-tiba kau menjadi sorotan publik, entah Karena kau begitu hebat dalam memainkannya atau karna memang jarang sekali orang yang bermain pump ditempat itu.  Dan aku? Aku hanya bermain bola basket yang biasa dimainkan semua orang yang bersinggah ke timezone. 

Singkat cerita, setelah bermain di timezone, kita menghabiskan waktu di restoran kecil dalam mall tersebut. Memesan jus buah dan makanan ringan untuk menggantikan tenaga kita yang telah habis. Kita saling mengenal dan cerita tentang pribadi kita masing-masing. Membicarakan kegiatan mu selama sebulan di kota itu. Membicarakan agenda-agenda yang Wajib kau tempuh untuk menjadi seorang doktor muda. Menjalankan tugas profesi yang Wajib ditempuh setiap mahasiswa kedokteran, setiap 2 bulan atau 3 bulan kau pindah rumah sakit. Begitu banyak hal yang kita bicarakan, sampai hampir pukul 10 malam kita keluar dari mall itu. 

Sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke kotaku, dimana kau sedang menempuh pendidikan di kota yang sama denganku dan ingin pulang ke kost. Aku sedikit merasakan sakit, entah itu mungkin gejala alergi yang sering kambuh pada diriku. Kau terlihat begitu khawatir, rasa cemas yang terlihat di antara kerudung itu membuatku cepat-cepat meyakinkan nya bahwa aku Tak apapa. 


3 jam telah kita lalui dalam perjalanan. Hawa dingin yang terasa di sepanjang jalan seakan mencair oleh kehangatan candaan kita. Kini kita telah sampai pada kota yang kita tuju. Rasa lapar dan lelah pun menghampiri kita, sempat kita bersinggah di angkringan untuk membeli minuman hangat. Dan kau mengajakku ke cafe yang siap melayani pengunjungnya 24 jam Tanpa henti. Cafe yang terletak di dataran tinggi, bertetangga dengan kota kita. Dengan konsep cafe yang sangat berbeda dengan kebanyakan cafe-cafe yang ada. Berlantai 3 dengan biasa dinding berlukiskan pewayangan dan kata bijak berukirkan aksarajawa. 

Tanpa sadar jam menunjukkan angka 4.30. Dari obrolan-obrolan yang kita buat, ada suatu keinginan diantara kita untuk jalan-jalan mengelilingi kota kecil itu di pagi hari.  kita berjalan-jalan lagi dengan matic kesayanganmu itu, mengelilingi kota kecil yang sepi sunyi berirama suara ayam berkekok. Dan sampai pada akhirnya tujuan akhir kita yakni masjid besar depan alun-alun kota kita berpulang untuk melaksanakan kewajiban 2 rokaat pagi itu. 

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Ku antar kau pulang ke kost dimana 300M Tak jauh dari situ tempatmu menuntut ilmu. Dan ku pun pulang dengan supir biru ku (baca angkot). Dengan membawa sejuta kenangan indah yang Tak pernah terpikir akan seindah itu.  Dengan segala pengalaman yang pertama kurasakan. 13 jam lebih Tak terasa ku habiskan waktu bersamamu. 


"Terima kasih telah memberikan kenangan yang Tak terlupakan. Semoga kelak kau menjadi doktor muda sesuai cita-citamu dan berjasa buat orang-orang yang membutuhkan."

-adigta-

Minggu, 21 September 2014

Penyesalan itu ISTIMEWA

Terakhir ketemu kau terlihat begitu bahagia. Senyum lebarmu, tawa khas mu, senyuman indahmu. Masi teringat jelas tatapan matamu yang terpancar penuh makna yang dalam. Kini kau telah tumbuh dewasa, hari-harimu menjadi penuh warna. Ditambah lagi  lingkungan sekitar yang sangat mendukungmu. 

Peri kecilku kini telah terbang bebas, menggapai angan-angan di ufuk semu. Menghirup udara  yang dapat membakar semangatnya.  Kini ia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Mengisi kehidupannya dengan apa yang ia inginkan. 

Kasih, aku merindukanmu. Entah apa yang kulakukan, yang membuat semua nya berakhir secepat itu. Aku Tak bisa berfikir, aku Tak bisa mencerna semuanya, 
Detik demi detik yang ku jalani, hanyalah penyesalan yang menemaniku. Keinginan tuk kembali ke masa itu, ke dunia dimana tangan kita saling menggenggam. Hati kita saling berinteraksi, kata demi kata hanyalah menjadi penghibur. 

Sangat munafik bagiku jika aku menyatakan aku sangat tegar tanpa mu. Dan terlihat ambigu bila aku berkata "sampe kapanpun hatiku ini selalu terbuka untukmu, sekalipun kau hanya singgah untuk melampiaskan amarahmu lalu pergi begitu saja" yang sejatinya aku Tak pernah benar-benar tau apa isi hatiku ini. Kini ku tau makna dari semua itu, sebuah cinta yang sangat mendalam yang kurasakan setelah kepergianmu. 

Aku rindu tahun pertama kita saling menyatukan jemari-jemari lembut yang Tak pernah tersentuh oleh ke egois an. Keluguan dalam kasih sayang yang kita bangun bersama membuat dinding-dinding kepercayaan mulai berdiri kokoh. 

Aku Tak tau dan Tak sadar apa yang telah terjadi setelahnya. Tentang ke egois an yang muncul, perasangka negatif, kecemburuan, ingin menguasai, serta keinginan untuk memiliki sepenuhnya. Apa yang kulakukan layaknya seperti badut. Aku bersembunyi dalam wajah yang make up nya bisa aku rubah sesuai ekspresi yang aku inginkan. 

Seringkali aku bersembunyi dalam kepribadian yang sebenarnya Tak aku sukai. Berpura-pura  menjadi beku bila bertemu, berpura-pura acuh atas semua yang terjadi. Padahal di belakang itu semua, seringkali perasan sedih, kecewa, marah, dan yang lebih ekstrim aku benci sama diriku sendiri. Aku benci tidak bisa menunjukkan siapa diriku yang selalu menggenggam mu tanpa keraguan. Sampai akhirnya takdir memisahkan kita. 

Aku hanya bisa terdiam melihat kau pergi. Aku hanya bisa pasrah membiarkanmu berlari bebas. 15 menit terakhir bersamamu membuatku sadar atas semuanya. Ingin ku memperbaiki semuanya, tapi apa daya semua sudah berubah. Inikah yang dinamakan cinta sejati, membiarkan orang yang kita sayang pergi untuk Ia meraih kebahagiaan nya sendiri. Merelakan apa yang telah kita miliki menghilang begitu saja. Mengorbankan seluruh hati kita untuk menjadi rumah selamanya jika Ia kembali ke kita? Entah lah. Mungkin bagiku Tak ada kesempatan kedua dan aku Tak percaya itu ada. mungkin ini adalah jalan Tuhan. Karena aku sadar, kita pasti akan dipertemukan sama orang yang sepesial namun Tak dapat kita miliki. Dan hanya bersinggah begitu saja untuk memgajari kita arti sesungguhnya cinta, yang mungkin berakhir dengan kenangan yang Tak bisa dihapuskan.  Tapi jika kesempatan ke2 itu benar-benar ada, aku Tak akan pernah dan Tak akan menyianyia kan kesempatan itu. Walau taruhannya adalah nyawaku sendiri. 

-Adigta-

Cinta itu .....

Satu kata seribu bahasa. Satu ucapan sejuta persepsi. Bayak hal yang terjadi dan tersirat di dalam nya. 
Mungkin disini hanya beberapa saja yang aku ungkapkan. 
Sebut saja cinta itu dengan nama "ia". 
ia hadir pada waktu yang Tak bisa Ku tebak. 
ia tinggal di hatiku tanpa permisi. Menyatu kedalam lubuk jiwa yang terdalam. 
Aku Tak pernah sadar dikendalikan oleh nya. Tak pernah mengeluh sekalipun ia mempermainkanku. 
ia mengajarkanku merasakan bahagia, sedih, suka, maupun duka. Dan ia seringkali membuatku Tak pernah berfikir secara logika. 
Aku bahagia pernah mengenalnya, pernah mengisi hari-hariku, memberi warna yang jauh lebih indah dari pelangi. 
ia mengajariku Arti kehidupan, arti kedewasaan, arti kepercayaan, arti kekecewaan, dan yang lebih penting ia mengajariku makna dari kasih sayang. Namun Tak sering  pula ia membuatku menjadi seperti anak kecil, membuatku Tak bisa berfikir, membuat hatiku tak berbentuk, membuat ku emosi. 
Itu hanya sedikit hal yang dapat Aku deskripsikan tentang "ia". 
Namun apapun yang akan terjadi padanya, ia tetap yang terindah yang telah mengisi hari-hariku. Beribu terima kasih yang aku ucapkan, tak sebanding dengan apa yang pernah ia ajarkan kepadaku. Dalam diam ku sering memikirkannya, dalam hening ku sering merindukanya, sekalipun aku Tak pernah mengungkapkan nya. 
Aku terlalu takut mengakui bahwa ia telah menjelma dan menyatu didalam jiwaku yang mungkin seumur hidupku, aku Tak akan bisa dan Tak akan pernah mau "ia" pergi dari hatiku. 

Karena cinta itu....... -ADIGTADELIZTA-